IMUNISASI
Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan atau menimbulkan kekebalan tubuh seseorang terhadap suatu penyakit tertentu dengan jalan memasukkan vaksin ke dalam tubuh.Kegiatan imunisasi di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1956, dan pertama kali waktu itu adalah imunisasi cacar.Manfaat imunisasi adalah untuk memberikan kekebalan terhadap suatu jenis penyakit tertentu. Pada anak yang sudah diimunisasi akan terhindar dari serangan penyakit sesuai dengan vaksin yang diberikan. Dengan imunisasi maka akan menurunkan angka kematian dan kesakitan secara luas. Kekebalan yang diperoleh seorang anak dari imunisasi bisa memutus mata rantai penularan penyakit, baik kepada anak lain atau kepada orang dewasa yang hidup sehari-hari bersama.
Imunisasi aktif dan Imunisasi Pasif
Ada 2 jenis imunisasi, yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Berikut ini akan diuraikan arti dan perbedaan kedua jenis imunisasi tersebut. Berbagai jenis vaksin yang dikemukakan di atas bila diberikan pada anak anda merupakan contoh pemberian imunisasi aktif. Dalam hal ini tubuh anak akan membuat sendiri zat anti setelah suatu rangsangan antigen dari luar tubuh, misalnya rangsangan virus yang telah dilemahkan pada imunisasi polio atau imunisasi campak. Setelah rangsangan ini kadar anti dalam tubuh anak akan meningkat, sehingga anak menjadi imun atau kebal. Jelaslah bahwa pada imunisasi aktif, tubuh anak sendiri secara aktif akan menghasilkan zat anti setelah adanya rangsangan vaksin dari luar tubuh. Berlainan halnya dengan imunisasi pasif. Dalam hal ini imunisasi dilakukan dengan penyuntikan sejumlah zat anti, sehingga kadarnya dalam darah akan meningkat. Zat anti yang disuntikkan tadi biasanya telah dipersiapkan pembuatannya di luar tubuh anak, misalnya zat anti yang terdapat dalam serum kuda yang telah dimurnikan. Jadi pada imunisasi pasif, kadar zat anti yang meningkat dalam tubuh anak itu bukan sebagai hasil produksi tubuh anak sendiri, tetapi secara pasif diperoleh karena suntikan atau pemberian dari luar tubuh. Contoh imunisasi pasif ialah pemberian ATS (Anti Tetanus Serum) pada anak yang mendapat luka kecelakaan. Serum anti tetanus ini diperoleh dari darah kuda yang mengandung banyak zat anti tetanus. Contoh imunisasi pasif lain terjadi pada bayi baru lahir. Bayi itu menerima berbagai jenis zat anti dari ibunya melalui darah uri (plasenta), misalnya zat anti terhadap penyakit campak ketika bayi masih dalam kandungan ibu.
Perbedaan yang penting antara jenis imunisasi aktif dan imunisasi pasif ialah: (1) Untuk memperoleh kekebalan yang cukup, jumlah zat anti dalam tubuh harus meningkat; pada imunisasi aktif diperlukan waktu yang agak lebih lama untuk membuat zat anti itu dibandingkan dengan imunisasi pasif. (2) Kekebalan yang terdapat pada imunisasi aktif bertahan lama (bertahun-tahun), sedangkan pada imunisasi pasif hanya berlangsung untuk 1 – 2 bulan.
![](https://i1.wp.com/images.multiply.com/common/smiles/clock.png)
![](https://i1.wp.com/images.multiply.com/common/smiles/clock.png)
![](https://i1.wp.com/images.multiply.com/common/smiles/clock.png)
Pemberian imunisasi pada anak biasanya dikerjakan dengan cara imunisasi aktif, karena imunisasi aktif akan memberi kekebalan yang lebih lama. Imunisasi pasif diberikan hanya dalam keadaan yang sangat mendesak, yaitu bila diduga tubuh akan belum mempunyai kekebalan ketika terinfeksi oleh kuman penyakit yang ganas. Kadang-kadang imunisasi aktif dan pasif diberikan dalam waktu yang bersamaan, misalnya pada penyakit tetanus. Bila seorang anak terluka dan diduga akan terinfeksi kuman tetanus, maka ia memerlukan pertolongan sementara yang harus cepat dilakukan. Saat itu belum pernah mendapat imunisasi tetanus, karena itu ia diberi imunisasi pasif dengan penyuntikan serum anti tetanus. Untuk memperoleh kekebalan yang langgeng, saat itu juga sebaiknya mulai diberikan imunisasi aktif berupa penyuntikan toksoid tetanus. Kekebalan pasif yang diperoleh dengan penyuntikan serum anti tetanus hanya berlangsung selama 1 – 2 bulan.
Secara alamiah imunisasi aktif mungkin terjadi, sehingga tanpa disadari sebenarnya tubuh si anak telah menjadi kebal. Keadaan demikian pada umumnya hanya terjadi pada penyakit yang tergolong ringan, tetapi jarang sekali pada penyakit yang berat. Misalnya penyakit tifus, yang pada anak tidak tergolong penyakit berat. Tanpa disadari seorang anak dapat menjadi kebal terhadap penyakit tifus secara alamiah. Mungkin ia telah mendapat kuman tifus tersebut dalam jumlah yang sangat sedikit, misalnya dari makanan yang kurang bersih, jajan dan sebagainya. Akan tetapi kekebalan yang diperoleh secara alamiah ini sukar diramalkan, karena seandainya jumlah kuman tifus yang masuk dalam tubuh itu cukup banyak, maka penting pula untuk diperhatikan bahwa jaminan imunisasi terhadap tertundanya anak dari suatu penyakit, tidaklah mutlak 100%. Dengan demikian mungkin saja anak anda terjangkit difteria, meskipun ia telah mendapat imunisasi difteria. Akan tetapi penyakit difteria yang diderita oleh anak anda yang telah mendapat imunisasi akan berlangsung sangat ringan dan tidak membahayakan jiwanya.
Jenis-jenis Imunisasi Dasar
Berikut ini 5 macam jenis imunisasi dasar yang wajib diberikan kepada anak:
Imunisasi BCG
Vaksin pada imunisasi BCG akan memberikan daya tahan terhadap serangan penyakit Tuberkulosis (TBC). Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin) adalah jenis basil yang tidak berbahaya bagi tubuh dan bermanfaat sebagai kekebalan aktif terhadap Tuberkulosis (TBC).
Imunisasi Campak
Walaupun Penyakit Campak hanya akan menulari seseorang satu kali seumur hidup, tapi jenis penyakit ini sangat berbahaya bila terjadi komplikasi misanya terjadi radang pada paru-paru dan radang otak, karena bisa berujung pada meninggalnya penderita campak. Dan pemberian imunisasi campak adalah mencegah paling efektif terhadap serangan campak, terutama pada anak-anak.
Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi Hepatitis B pada anak akan diberikan sebanyak tiga kali. Sejak masih berusia 12 jam setelah kelahirannya, bayi harus sudah diberikan jenis imunisasi campak. Kemudian akan dilanjutkan berikutnya setelah berumur 1 bulan, dan yang terakhir pada saat bayi berumur 3 sampai 6 bulan setetlah kelahirannya.
Imunisasi Polio
Polio merupakan penyakit yang juga banyak menimbulkan korban, dan merupakan salah satu target pemerintah untuk mencegah keberadaanya saat ini. Imunisasi Polio akan diberikan pertama saat kunjungan pertama ke posyandu atau lembaga terkait lainnya. Kemudian berturut-turut akan diberikan ketika bayi berusia 2, 4 dan 6 bulan dan diulang kembali setelah berumur 18 bulan dan ketika anak berusia 5 tahun.
Imunisasi DTP
Imunisasi DPT ini sekaligus akan mencegah timbulnya tiga macam penyakit yaitu Difteri, Tetanus, dan Pertusis. Imunisasi DPT akan diberikan pertama setelah bayi berumur lebih dari 6 minggu, kemudian secara berturut-turut akan diberikan ketika anak berusia 4 bulan, 6 bulan, 18 bulan, 5 tahun dan terakhir ketika berusia 12 tahun, atau ketika usia SD kelas enam.
Keterangan jadwal imunisasi rekomendasi IDAI, periode 2004:
Umur Vaksin Keterangan Saat lahir Hepatitis B-1 - HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada umur 1 dan 6 bulan. Apabila status HbsAg-B ibu positif, dalam waktu 12 jam setelah lahir diberikan HBlg 0,5 ml bersamaan dengan vaksin HB-1. Apabila semula status HbsAg ibu tidak diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg positif maka masih dapat diberikan HBlg 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari.
Polio-0 1 bulan Hepatitis B-2 - Hb-2 diberikan pada umur 1 bulan, interval HB-1 dan HB-2 adalah 1 bulan.
0-2 bulan BCG - BCG dapat diberikan sejak lahir. Apabila BCG akan diberikan pada umur > 3 bulan sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu dan BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif.
2 bulan DTP-1 - DTP-1 diberikan pada umur lebih dari 6 minggu, dapat dipergunakan DTwp atau DTap. DTP-1 diberikan secara kombinasi dengan Hib-1 (PRP-T)
Hib-1 - Hib-1 diberikan mulai umur 2 bulan dengan interval 2 bulan. Hib-1 dapat diberikan secara terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-1.
Polio-1 - Polio-1 dapat diberikan bersamaan dengan DTP-1
4 bulan DTP-2 - DTP-2 (DTwp atau DTap) dapat diberikan secara terpisah atau dikombinasikan dengan Hib-2 (PRP-T).
Hib-2 - Hib-2 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-2
Polio-2 - Polio-2 diberikan bersamaan dengan DTP-2
6 bulan DTP-3 - DTP-3 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan Hib-3 (PRP-T).
Hib-3 - Apabila mempergunakan Hib-OMP, Hib-3 pada umur 6 bulan tidak perlu diberikan.
Polio-3 - Polio-3 diberikan bersamaan dengan DTP-3
Hepatitis B-3 - HB-3 diberikan umur 6 bulan. Untuk mendapatkan respons imun optimal, interval HB-2 dan HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan.
9 bulan Campak-1 - Campak-1 diberikan pada umur 9 bulan, campak-2 merupakan program BIAS pada SD kelas 1, umur 6 tahun. Apabila telah mendapatkan MMR pada umur 15 bulan, campak-2 tidak perlu diberikan.
15-18 bulan MMR - Apabila sampai umur 12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, MMR dapat diberikan pada umur 12 bulan.
Hib-4 - Hib-4 diberikan pada 15 bulan (PRP-T atau PRP-OMP).
18 bulan DTP-4 - DTP-4 (DTwp atau DTap) diberikan 1 tahun setelah DTP-3.
Polio-4 - Polio-4 diberikan bersamaan dengan DTP-4.
2 tahun Hepatitis A - Vaksin HepA direkomendasikan pada umur > 2 tahun, diberikan dua kali dengan interval 6-12 bulan.
2-3 tahun Tifoid - Vaksin tifoid polisakarida injeksi direkomendasikan untuk umur > 2 tahun. Imunisasi tifoid polisakarida injeksi perlu diulang setiap 3 tahun.
5 tahun DTP-5 - DTP-5 diberikan pada umur 5 tahun (DTwp/DTap)
Polio-5 - Polio-5 diberikan bersamaan dengan DTP-5.
6 tahun. MMR - Diberikan untuk catch-up immunization pada anak yang belum mendapatkan MMR-1.
10 tahun dT/TT - Menjelang pubertas, vaksin tetanus ke-5 (dT atau TT) diberikan untuk mendapatkan imunitas selama 25 tahun.
Varisela - Vaksin varisela diberikan pada umur 10 tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar