MAKALAH
BIOLOGI
DASAR DAN BIOLOGI PERKEMBANGAN
MASA
PERIMENOPOUSE
Dosen
Pengampu: Lenna Maydianasari S.ST, M.P.H
![](file:///C:/Users/Toshiba/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/06/clip_image002.jpg)
Disusun
Oleh: Kelompok 2 ( DUA)
Kelas:
B13.2
Anggota:
1. Yunian Sari (16140200)
2. Hemmy Setya Jati (16140128)
3.
Vanidora Da Costa (16140239)
4. Erika Nur Fitriana (16140215)
5. Apliana
(16140229)
6. Alvionita (16150145)
7. Sania
Sumtaki (16140274)
PRODI DIV BIDAN PENDIDIK
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
RESPATI YOGYAKARTA
TA
2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah tentang Masa perimenopouse ini dengan baik
meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih kepada
Dosen Mata Kuliah Biologi dasar dan Biologi Perkembangan yang telah memberikan
tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai Masa Perimenopouse. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah
kami buat di masa yang akan datang.
Sekiranya hanya ini yang dapat kami sampaikan, kurang dan lebihnya mohon
dimaafkan, akhir kata kami ucapkan Terimakasih.
Yogyakarta, 28 November 2016
Hormat
kami,
Penyusun
DAFTAR
ISI
COVER…………………………………………………………………………………
KATAPENGANTAR……………………………………………………… .. ………..
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………..
BAB I : Pendahuluan
A. Latar
Belakang……………………………………………………………………..
B.
Tujuan……………………………………………………………………………...
C.
Manfaat…………………………………………………………………………….
BAB II : Pembahasan
A. Pengertian premenopause……………………………………………………….
BAB III: Penutup
A.
Kesimpulan ……………………………………………………..………................ B.
Saran……………………………………………………………………………….
DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sudah merupakan hukum alam bahwa setiap makhluk di dunia ini mengalami
proses penuaan. Pada manusia proses penuaan itu sebenarnya terjadi sejak
manusia dilahirkan dan berlangsung terus sampai mati. Berbeda dengan kaum pria,
proses penuaan pada wanita berlangsung lebih “dramatis”, terutama karena adanya
proses reproduksi dalam kehidupannya. Setelah kurang lebih 30 tahun lamanya
indung telur berfungsi menghasilkan telur dan hormon-hormonnya terutama
estrogen dan progesteron, maka pada usia sekitar 40-49 tahun fungsinya akan
menurun.
Berkurangnya fungsi indung telur tersebut berlangsung secara
berangsur-angsur antara 4-5 tahun. Pada masa ini, indung telur tidak peka lagi
terhadap rangsangan dari otak, sehingga telur tidak dapat berkembang lagi
hingga matang. Dengan demikian jarang terjadi ovulasi (pengeluaran telur) dan
akhirnya berhenti. Indung telur sendiri mengecil dan beratnya berkurang.
Produksi hormon wanita (estrogen)
makin lama makin berkurang sehingga haidpun menjadi tidak teratur dan akhirnya
berhenti. Setelah usia 40 tahun seorang wanita memasuki fase klimakterium, yang
berasal dari kata climacter yang berarti tahun-tahun
peralihan. Sebelum mencapai usia menopause, seorang
wanita akan mengalami beberapa perubahan fisik dan gejala hormonal, termasuk
menstruasi yang tidak teratur.
Perimenopause adalah masa di mana tubuh
mulai bertransisi menuju menopause. Masa ini bisa terjadi selama
dua hingga delapan tahun, ditambah satu tahun di akhir periode menuju
menopause. Gejala ini alamiah, karena merupakan tanda dan proses berhentinya
masa reproduksi.
Pada periode ini, umumnya tingkat
produksi hormon estrogen dan progesteron berfluktuasi, naik dan turun tak
beraturan. Siklus menstruasi pun bisa tiba-tiba memanjang atau memendek.
Biasanya, masa perimenopause ini terjadi di usia 40-an, tapi banyak juga yang
mengalami perubahan ini saat usianya masih di pertengahan 30-an.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian perimenopause?
2. Bagaimana
fisiologi terjadinya premenopause?
3. Apa
tanda dan gejala premenopause?
4. Bagaimana
penilaian premenopause?
5. Apa
saja tes laboratorium untuk premenopause?
6. Apa
kemungkinan komplikasi dari premenopause?
7. Apa
faktor-faktor yang mempercepat datangnya premenopause?
8. Bagaimana
penanganan premenopause?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian premenopause
2. Untuk
mengetahui fisiologi terjadinya premenopause
3. Untuk
mengetahui tanda dan gejala premenopause
4. Untuk
mengetahui penilaian premenopause
5.
Untuk mengetahui tes laboratorium untuk premenopause
6. Untuk
mengetahui kemungkinan komplikasi dari premenopause
7.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempercepat datangnya premenopause
8. Untuk
mengetahui penanganan premenopause
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN PERIMENOPAUSE
Perimenopause adalah suatu fase dalam
proses menua (aging), yaitu ketika seorang
wanita mengalami peralihan dari masa reproduktif ke masa non-reproduktif. Pada
fase ini, wanita akan mengalami menopause. Istilah menopause berasal dari
bahasa Yunani, yaitu men yang artinya
“bulan” dan pauo yang artinya
“berhenti”11. Adapun menopause didefinisikan sebagai suatu “cut point” dimana seorang wanita
mengalami henti haid/haid terakhir/Final Menstrual Period (FMP) karena berhentinya aktivitas folikel ovarium dan diikuti
dengan adanya amenorea (tidak ada haid) sekurang-kurangnya 12 bulan
berturut-turut2,3,4,11.
Perimenopause merupakan masa sebelum menopause
dimana mulai terjadi perubahan endokrin, biologis, dan gejala klinik sebagai
awal permulaan dari menopause dan mencakup juga satu tahun atau dua belas bulan
pertama setelah terjadinya menopause4,11.
Pada tahun 1996, WHO membuat beberapa
definisi yang berkaitan degan menopause13. Natural menopause; didefinisikan sebagai berhentinya menstruasi
secara permanen akibat hilangnya aktivitas folikel ovarium. Natural menopause terjadi bilamana tidak
terdapat menstruasi selama 12 bulan dimana tidak terdapat kondisi patologis
atau kelainan psikologis yang menjadi penyebab.
Perimenopause; merupakan periode menuju
menopause (ketika muncul keluhan/gejala endokrin, biologis, dan manifestasi
klinik dari menopause) dan satu tahun setelah menopause terjadi.
Transisi menopause/ menopausal transition; periode atau
waktu sebelum haid terakhir (Final Menstrual Period/FMP) ketika terjadi
perubahan siklus menstruasi.
Induced
menopause;
merupakan suatu kondisi berhentinya menstruasi
yang sebelumnya didahului oleh operasi pengangkatan kedua ovarium (dengan atau
tanpa histerektomi) atau kegagalan fungsi ovarium yang dikarenakan obat-obatan
(iatrogenik) contoh karena kemoterapi.
Postmenopause;
waktu setelah terjadinya menopause baik pada menopause alami ataupun menopause
yang diinduksi.
Menopause
dini; adalah menopause yang terjadi pada usia kurang dari 40 tahun.
Meskipun WHO telah membuat definisi yang telah diterima luas, namun
untuk mempermudah kepentingan klinis dan riset maka pada tahun 2001 Stage of
Reproductive Aging Workshop (STRAW) mengadakan workshop dan membagi masa
transisi menopause ke dalam beberapa fase.
Postmenopause; dimana tidak terdapat menstruasi selama 12 bulan
terakhir. Perimenopause akhir; dimana terdapat menstruasi dalam kurun waktu
2-12 bulan tetapi menstruasi tersebut tidak terjadi pada waktu 2 bulan
terakhir. Perimenopause awal; dimana terjadi peningkatan ketidakteraturan
menstruasi tanpa melompati periode/siklus menstruasi (berbeda 7 hari dari awal
siklus ke seklus berikutnya, dimana hal ini terjadi setelah siklus teratur).
Premenopause; dimana terjadi perubahan minor pada siklus haid.
B.
BATASAN USIA
Seorang wanita memasuki masa
perimenopuse pada usia 40 tahun dan akan mengalami menopause pada usia 51,5
tahun. Namun demikian, umur terjadinya menopause pada
masing-masing individu tidaklah sama. Perbedaan usia memasuki masa menopause
dipengaruhi oleh beberapa factor. Wanita nullipara, penderita diabetes
mellitus, perokok berat, status gizi yang buruk, gaya hidup vegetarian, tingkat
sosial ekonomi yang rendah dan hidup pada ketinggian >4000 m akan lebih awal
mengalami menopause. Selain itu, wanita kembar dizigot atau dengan siklus haid
yang cenderung memendek akan memasuki usia menopause lebih awal. Adapun wanita
multipara, banyak mengkonsumsi daging, atau minum alkohol akan memasuki
menopause lebih lambat.
C.
FISIOLOGI PERIMENOPAUSE
Proses menjadi tua pada dasarnya
telah dimulai ketika sorang wanita memasuki usia 40 tahun. Pada waktu lahir,
seorang wanita memiliki jumlah folikel sebanyak ± 750.000 buah dan jumlah ini
akan terus berkurang seiring berjalannya usia hingga akhirnya tinggal beberapa
ribu buah saja ketika mengalami menopause. Semakin bertambah usia, khususnya
ketika memasuki masa perimenopause, folikel-folikel itu akan mengalami
peningkatan resistensi terhadap rangsangan gonadotropin. Hal ini mengakibatkan
pertumbuhan folikel, ovulasi, dan pembentukan korpus luteum dalam siklus
ovarium berhenti secara perlahan-lahan. Pada wanita diatas 40 tahun, 25%
diantaranya mengalami siklus haid yang anovulatoar. Resistensi folikel
terhadap gonadotropin ini mengakibatkan penurunan peroduksi estrogen dan peningkatankadar
hormone gonadotropin. Tingginya kadar gonadotropin ini disebabkan rendahnya
estrogen sehingga tidak ada umpan balik negatif dalam poros hipotalamus dan
hipofisis.
Walaupun secara endrokinologi
terjadi perubahan hormonal, namun tidak ada kriteria khusus pengukuran kadar
hormon untuk menentukan fase awal atau akhir dari masa transisi menopause.
D.
PATFISIOLOGI SINDROMA PERIMENOPOUSE
Sindrom perimenopause adalah sekumpulan gejala dan tanda yang terjadi
pada masa perimenopause. Kurang lebih 70% wanita usia peri dan pascamenopause
mengalami keluhan vasomotor, keluhan psikis, depresi, dan keluhan lainnya
dengan derajat berat-ringan yang berbeda-beda pada setiap individu. Keluhan
tersebut akan mencapai puncaknya pada saat menjelang dan setelah menopause kemuadian
berangsur-angsur berkurang seiring dengan bartambahnya usia dan tecapainya
keseimbangan hormon pada masa senium.
1.
Keluhan dan Gejala Vasomotor
Keluhan vasomotor yang dijumpai berupa
perasaan/semburan panas (hot flushes)
yang muncul secara tiba-tiba dan kemudian disertai keringat yang banyak.
Keluhan ini muncul di malam hari dan menjelang pagi kemudian perlahan-lahan
akan dirasakan juga pada siang hari.
Semburan panas ini mula-mula dirasakan di daerah kepala, leher, dan dada. Kulit
di area tersebut terlihat kemerahan, namun suhu badan tetap normal meskipun
pasien merasakan panas. Segera setelah panas, area yang dirasakan panas
tersebut mengeluarkan keringat (night
sweats)dalam jumlah yang banyak pada
bagian tubuh terutama seluruh kepala,
leher, dada bagian atas, dan punggung. Selain itu, dapat juga diikuti dengan
adanya sakit kepala, vertigo, perasaan kurang nyaman, dan palpitasi.
Hot
flushes pada
wanita dalam masa transisi menopause rata-rata mulai dirasakan 2 tahun sebelum Final Menstrual Period (FMP) dan 85
persen wanita akan terus mengalaminya setidaknya selama 1 tahun. Diantara
wanita tersebut, 25 sampai 50 persen mengalami hot flusehes selama 5
tahun, bahkan ada yang lebih dari 15 tahun.
Durasi tiap episode serangan hot flushes bervariasi, hingga mencapai
10 menit lamanya, dengan rata-rata durasi serangan 4 menit. Frekuensi hot flushes setiap harinya bervariasi antar
individu, dimulai 1-2 kali per jam hingga
1-2 kali perminggu. Pada kondisi yang berat, frekuensinya dapat mencapai 20 kali
sehari. Selain itu, jika muncul pada malam hari hal ini dapat mengganggu
kualitas tidur sehingga cenderung menjadi cepat lelah dan mudah tersinggung. Hot flushes dapat diperberat dengan
adanya stres, alkohol, kopi, makanan dan
minuman yang panas.
Hal ini juga dapat terjadi karena reaksi
alergi pada kasus hipertiroid, akibat obat-obatan tertentu seperti insulin,
niacin, nifedipin, nitrogliserin, kalsitonin, dan antiestrogen.
Mekanisme pasti patogenesis keluhan vasomotor belum diketahui, tapi data
yang berhubungan dengan fisiologi dan behavior
menunjukkan bahwa keluhan vasomotor dihasilkan karena adanya defek fungsi pada pusat termoregulasi di hipotalamus. Pada
area preoptik medial hipotalamus terdapat nukleus yang merupakan termoregulator
yang mengatur pengeluaran keringat dan vasodilatasi yang merupakan mekanisme
primer pengeluaran panas tubuh.
Oleh karena keluhan vasomotor muncul setelah terjadinya menopause alami
atau pasca ooforektomi, maka diperkirakan mekanisme yang mendasarinya adalah
bersifat endokrinologi dan berhubungan dengan berkurangnya jumlah estrogen di
ovarium maupun meningkatnya sekresi gonadrotropin oleh pituitari.Selain itu,
besar kemungkinan keluhan ini timbul karena interaksi antara hormon estrogen
dan progesteron yang fluktuatif pada masa perimenopause. Keluhan
vasomotor dapat muncul pada kondisi kadar estrogen tinggi, rendah, maupun
normal dalam darah. Keluhan vasomotor muncul sebagai akibat reaksi withdrawl estrogen.
Meskipun estrogen memiliki efek
yang signifikan terhadap munculnya hot
flushes, namun masih terdapat faktor lain yang diperkirakan terlibat dalam
patofisiologi hot flushes. Perubahan
kadar neurotransmiter akan mempersempit zona termoregulasi di hipotalamus dan
menurunkan pengeluaran keringat, bahkan perubahan suhu tubuh
yang sangat kecil pun dapat memicu mekanisme pelepasan panas. Norepinefrin
merupakan neurotransmiter utama yang dapat mempersempit titik pengaturan (setpoint) termoregulasi dan memicu
mekanisme pengeluaran panas tubuh yang berhubungan dengan hot flushes. Sebagaimana
diketahui, estrogen mengatur reseptor adrenergik pada banyak jaringan. Pada saat menopause, terjadi penurunan kadar
estrogen dan resptor α2 adrenergik di hipotalamus. Penurunan
reseptor α2 adrenergik presinaps akan memicu peningkatan
norepinefrin dan yang selanjutnya akan menyebabkan gejala vasomotor. Selain
itu, penurunan α2 adrenergik reseptor presinaps juga akan memicu
peningkatan serotonin yang mengakibatkan mekanisme pengeluaran panas yang
dipicu oleh perubahan suhu tubuh meski sangat kecil.
2.
Keluhan dan Gejala Urogenital
Alat genital wanita serta saluran kemih bagian bawah merupakan organ
yang sangat dipengaruhi oleh hormon estrogen14. Reseptor estrogen
dan progesteron teridentifikasi di vulva, vagina, kandung kemih, uretra, otot
dasar pelvis serta fasia endopelvis.
Struktur tersebut memilki sebuah
persamaan kemampuan untuk mereaksi perubahan hormonal sebagaimana pada kondisi
menopause dan nifas.
Kekurangan estrogen akan mengakibatkan atrofi dan penipisan pada sel mukosa
uretra dan kandung kemih serta berkuranganya sirkulasi darah ke jaringan.
Epitel uretra dan trigonum vesika mengalami atrofi. Hal ini akan menimbulkan
uretritis, sistitis, atau kolpitis, sering berkemih dan inkontinensia urin
serta adanya infeksi saluran kemih. Terdapat juga gangguan miksi berupa disuri,
polakisuri, nikturi, rasa ingin berkemih hebat, atau urin yang tertahan, hal
ini sangat erat kaitannya dengan atrofi mukosa uretra.
Pada usia perimenopause ini,
serviks mengalami proses involusi, berkerut, sel epitelnya menipis sehingga
mudah cedera. Kelenjar endoservikal mengalami atrofi sehingga lendir serviks
yang diproduksi berkurang jumlahnya. Tanpa efek lokal
estrogen vagina akan kehilangan kolagen, jaringan lemak dan kemampuan untuk
menahan cairan.dinding vagina menyusut, rugae menjadi mendatar, dan akan nampak
merah muda pucat. Permukaan epitel vagina menipis hingga beberapa lapis sel
sehingga mengurangi rasio sel permukaan dan sel basal. Pada akhirnya, vagina
menjadi lebih rapuh, kering dan mudah berndarah dengan trauma minimal. Pembuluh
darah di vagina menyempit sehingga seiring berjalannya waktu vagina akan terus
menegang dan kehilangan fleksibilitasnya. Saat seorang wanita memasuki usia
perimenopause, pH vagina akan meningkat karena menurunnya estrogen, dan akan
terus meningkat pada masa post menopause sehingga mangakibatkan mudahnya
terjadi infeksi oleh bakteri trikomonas, kandida albikan, stafilo dan
streptokokus, serta bakteri coli bahkan gonokokus. Adanya hormon estrogen akan
membuat pH vagina menjadi asam sehingga memicu sintesis Nitrit oksid (NO) yang
memiliki sifat antibakteri dan hanya dapat diproduksi bilamana pH vagina kurang
dari 4,5. Selain bersifat bakterisid, NO di vagina juga bersifat radikal bebas
bagi sel-sel tumor dan kanker. Akibat perubahan ini, maka terjadi kekeringan
vagina, iritasi, dispareuni, dan rekurensi infeksi saluran kemih.
3.
Keluhan dan Gejala Psikologis
Suasana hati, perilaku, fungsi kognitif, fungsi sensorik, dan kerja
susunan saraf pusat dipengaruhi oleh hormon steroid seks. Apabila timbul
perubahan pada hormon ini maka akan timbul keluhan psikis dan perubahan fungsi
kognitif. Berkurangnya sirkulasi darah ke otak juga mempersulit konsentrasi
sehingga mudah lupa. Pada akhirnya, akibat berkurangnya hormon steroid seks
ini, pada wanita perimenopause dapat terjadi keluhan seperti mudah tersinggung,
cepat marah, perasaan tertekan. Pada dasarnya kejadian depresi pada pria dan
wanita memiliki angka perbandingan yang sama, akan tetapi dengan
terapi pemberian estrogen keluhan depresi dapat ditekan. Oleh karena itu,
estrogen dianggap sebagai salah satu faktor predisposisi terjadinya depresi.
Penyebab depresi diduga akibat meningkatnya aktivitas serotonin di otak.
Estrogen akan menghambat aktivitas enzim monoamin oksidase (MAO), suatu enzim
yang menonaktifkan serotonin dan noradrenalin. Berkurangnya jumlah estrogen
akan berdampak pada berkurangnya jumlah MAO dalam plasma. Pemberian
serotonin-antagonis dapat mengurangi keluhan depresi pada wanita pascamenopause.
Masa transisi menopause memiliki
permasalahan sosiokultural yang kompleks sebagaimana perunahan hormonal yang
terjadi. Faktor psikososial dapat mempengruhi gejala perubahan mood dan
kognitif, bahkan sejak memasuki masa transisi menopause, wanita telah
menghadapi berbagai tekanan seperti halnya penyakit yang dihadapi, merawat
orang tua, perceraian, perubahan karir dan pensiun. Budaya barat yang menitik
beratkan pada kecantikan dan kemudaan menjadi stressor bagi wanita yang tengah
menjadi tua untuk merasa kehilangan status, fungsi, dan kendali diri.
E. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELUHAN
DAN GEJALA PERIMENOPAUSE (perimenopausal syndrome)
1.
Aktifitas fisik
Tingkat aktifitas fisik berbanding terbalik dengan kadar estradiol pada
wanita di akhir transisi menopause. Tingkat aktifitas juga berbanding terbalik
dengan kadar hormon testoteron. Semakin tinggi tingkat aktifitas fisik maka
kadar estradiol dan testoteron pada wanita yang mengalami masa transisi
menopause akan semakin rendah. Adapaun hormon lainnya tidak terpengaruh secara
signifikan oleh aktifitas fisik yaitu luteinizing hormone (LH) dan
follicle-stimulating hormone (FSH). Dan hal ini juga berkaitan dengan gejala
pada masa transisi menopause.
2.
Jumlah kelahiran
Wanita nullipara akan memasuki
masa perimenopause lebih awal dibandingkan dengan wanita multipara. Dari hasil
sebuah penelitian, diperkirakan usia perimenopause berkisar antara 46 sampai 50
tahun.
3. Osteoporosis
Pengeroposan tulang ini terjadi sebagai akibat berkurangnya hormon estrogen.
Pengeroposan tulang ini terjadi sebagai akibat berkurangnya hormon estrogen.
4.
Siklus haid
Wanita dengan siklus haid yang memendek akan lebih awal memasuki masa
perimenopause.
5.
Faktor sosial ekonomi
Insiden sindroma perimenopause 1,75 kali lebih
tinggi dan umur rata-rata dimulainya perimenopause 1,2 tahun lebih muda pada
wanita yang memiliki riwayat keadaan ekonomi yang sulit di masa kanak-kanak dan
dewasa dalam hidupnya bila dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami
kesulitan ekonomi dalam hidupnya.
Kesulitan ekonomi seumur hidup dapat
mempengaruhi fungsi ovarium lebih kuat daripada kesulitan ekonomi pada masa
kanak-kanak atau dewasa saja. Pada wanita yang tidak bekerja dan memiliki
tingkat pendidikan yang lebih rendah memiliki hubungan yang signifikan dengan
kejadian menopause lebih awal. Tingkat pendidikan dan ekonomi yang lemah
tersebut menjadi faktor pemicu stres fisik dan sosial yang berhubungan dengan
amenorea dan disfungsi seksual.
6.
Indeks masa tubuh
Sebuah penelitian pada wanita Spanyol menunjukkan bahwa obesitas
berhubungan dengan munculnya gejala menopause yang berat. Indeks masa tubuh
yang tinggi merupakan faktor predisposisi bagi seorang wanita untuk lebih
sering mengalami hot flushes.
Pada fase perimenopause wanita yang mengalami obesitas memiliki kadar
hormon estradiol dan inhibin B yang secara signifikan lebih
rendah daripada wanita yang tidak mengalami obesitas. Kadar FSH pada wanita
obesitas secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak
mengalami obesitas. Namun pada fase akhir transisi menopause ekadar estradiol
lebih tinggi pada kelompok wanita yang obesitas. Pada wanita postmenopause
kadar FSH yang lebih rendah ditemukan pada kelompok wanita yang obesitas
dibandingkan kelompok wanita yang tidak obesitas. Obesitas merupakan faktor
penting yang mempengaruhi perubahan hormonal selama masa transisi menopause
yang tergantung pada umur, ras, dan merokok. Namun mekanisme hal ini masih
belum begitu jelas.
Sebuah penelitian cross sectional
dengan survey terhadap populasi menemukan bahwa merokok dan BMI yang tinggi
dapat memicu seorang wanita untuk mengalami hot flushes lebih sering dan lebih
berat23. Penelitian lain menunjukkan wanita dengan Indeks Masa Tubuh
32kg/m2 lebih sering mengalami hot flushes dibanding kan dengan
wanita yang memiliki Indeks Masa Tubuh kurang dari 19kg/m2 Hubungan
antara hot flushes dan indeks masa
tubuh mungkin hanya pada wanita yang usianya lebih muda yaitu di awal memasuki
masa transisi menopause atau sepanjang masa transisi perimenopause (40-50
tahun). Di sisi lain, indeks masa tubuh yang tinggi dapat menjadi faktor
pelindung terhadap hot flushes pada
wanita yang usianya lebih tua (usia 51-60) atau postmenopause dimana kadar
estrogen telah berkurang secara nyata dibandingkan wanita pada masa transisi
menopause. Hal ini dikarenakan adanya konversi androgen menjadi estrogen pada
jaringan lemak. Hipotesis klinis yang telah diteima secara luas adalah wanita
dengan berat badan yang lebih rendah akan mengalami hot flushes lebih sering dibandingkan dengan wanita yang lebih
gemuk.
Sebuah penelitian menunjukkan
bahwa merokok memiliki hubungan positif dengan gejala vasomotor. Merokok dapat
memicu seorang wanita untuk mengalami hot
flushes lebih sering dan lebih berat. Pada wanita mantan perokok, tidak
memiliki peningkatan resiko untuk mengalami hot flushes sedang atau berat
apabila dibandingkan dengan wanita yang tidak pernah merokok sama sekali. Namun
demikian, peningkatan resiko mengalami hot
flushes ditemukan secara bermakna pada wanita yang masih merokok di saat
masa transisi menopause.
8.
Status Perkawinan
Sebuah penelitian menemukan bahwa
gejala kekeringan vagina secara signifikan lebih ringan sebagaimana sering
dilaporkan pada wanita yang belum menikah, janda, dan wanita yang bercerai
apabila dibandingkan dengan wanita yang menikah atau masih memiliki suami.
Perimenopause adalah fase normal dalam
kehidupan seorang wanita, meski waktunya tidak akan sama. Selain faktor gaya
hidup dan genetik yang menentukan cepat atau lambatnya menopause, faktor
lainnya adalah:
1. Sejarah
keluarga.
Masa menopause seorang wanita cenderung di usia yang sama, saat ibu atau saudara perempuan lainnya mengalami menopause. Tapi pernyataan ini masih dapat diperdebatkan.
Masa menopause seorang wanita cenderung di usia yang sama, saat ibu atau saudara perempuan lainnya mengalami menopause. Tapi pernyataan ini masih dapat diperdebatkan.
2. Tidak pernah
melahirkan.
Beberapa penelitian menunjukkan, wanita yang belum atau tidak pernah melahirkan, akan mengalami menopause lebih awal.
Beberapa penelitian menunjukkan, wanita yang belum atau tidak pernah melahirkan, akan mengalami menopause lebih awal.
3. Kondisi jantung.
Sakit jantung sering dikaitkan dengan menopause dini, diperkirakan berkaitan dengan meningkatnya kadar kolesterol dan tekanan darah tinggi.
Sakit jantung sering dikaitkan dengan menopause dini, diperkirakan berkaitan dengan meningkatnya kadar kolesterol dan tekanan darah tinggi.
4. Terapi kanker masa
kecil.
Terapi kanker di usia anak-anak, seperti kemoterapi dan radiasi pelvic juga dikaitkan dengan menopuse dini.
Terapi kanker di usia anak-anak, seperti kemoterapi dan radiasi pelvic juga dikaitkan dengan menopuse dini.
5. Histerektomi.
Pengangkatan rahim biasanya tidak berakibat menopause dini, meski ovarium tetap akan melepas sel telur. Hanya saja, operasi ini biasanya akan mempercepat datangnya menopause.
Pengangkatan rahim biasanya tidak berakibat menopause dini, meski ovarium tetap akan melepas sel telur. Hanya saja, operasi ini biasanya akan mempercepat datangnya menopause.
G. DIAGNOSA
Perimenopause umumnya berlangsung secara
bertahap, meski tidak ada alat atau tes yang bisa mendeteksi perimenopause.
Dokter hanya akan memberi beberapa pertanyaan, sebelum menyimpulkan apa yang
tengah Anda alami. Tes yang mungkin dilakukan, salah satunya pemeriksaan kadar
hormon.
Dengan memonitor
siklus menstruasi dan mengamati gejala perubahan tubuh selama beberapa waktu,
Anda akan dapat memahami dan berkonsultasi dengan dokter.
H. KEMUNGKINAN
KOMPLIKASI
Meski tak ada yang perlu dikhawatirkan,
namun waspadalah bila ada hal-hal yang mencurigakan sebagai berikut:
1. Perubahan masa menstruasi
Tanda perubahan pertama seseorang mengalami
perimenopause adalah perubahan periode menstruasi. Masa menstruasi sebelum
mengalami perimenopause biasanya wajar setiap bulannya dan rutin. Namun, jika
sudah masuk masa perimenopause ini, akan terjadi perubahan periode menstruasi,
yang mungkin akan berlangsung lebih lama atau lebih pendek atau bahkan tidak
mengalami menstruasi selama beberapa bulan. Selain itu, bisa saja akan
mengalami perdarahan ringan atau bisa saja berat selama periode mnestruasi.
a. Menstruasi yang hebat, sehingga Anda harus mengganti
pembalut setiap jam.
b. Menstruasi panjang yang berlangsung hingga lebih dari 8 hari.
c. Siklus menstruasi yang terlalu pendek, seperti kurang dari 21 hari.
b. Menstruasi panjang yang berlangsung hingga lebih dari 8 hari.
c. Siklus menstruasi yang terlalu pendek, seperti kurang dari 21 hari.
2. Mengeluarkan keringat dingin atau hot flashes
Tanda perimenopause selanjutnya adalah saat
malam hari bisa saja muncul keringat dingin tanpa sebab. Nah, gejala ini
biasanya adalah gejala umum perimenopause.
3. Perubahan mental
Perubahan mental seperti
sering depresi, kecewa, perubahan suasana hati, kecemasan dan irirtabilitas,
adalah salah satu tanda seorang wanita bisa mengalami masa perimenopause.
![Image result for makalah tentang masa perimenopause](file:///C:/Users/Toshiba/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/06/clip_image004.jpg)
4. Vagina kering
Saat masa perimenopause, penurunan produksi
estrogen akan menurun dan akibatnya akan mengakibatkan vagina mejadi kering.
Jika hal ini terjadi, sebaiknya menggunakan obat pelumas vagina OTC dan segera
konsultasu dengan dokter, agar mendapat penanganan dengan cepat.
5. Sulit tidur
Wanita yang sedang mengalami masa
perimenopause, kebanyakan mereka akan mengalami masalah tidur, seperti sulit
tidur atau pun sering bangun dan tidak lelap. Hal ini disebabkan karena
fluktuasi hormon dan hot flashes atau keringat dingin yang muncul.
![Related image](file:///C:/Users/Toshiba/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/06/clip_image006.gif)
6. Produksi lemak meningkat
Masa perimenopause mengakibatkan wanita
akan mengalami peningkatan lemak pada tubuh, khususnya lemak di sekitar
pinggang. Hal yang bisa membantu untuk menangani masalah ini tentunya olahraga
secara teratur, misal jogging atau aerobik selama 30 menit 3 kali seminggu, dan
tentunya diet teratur.
7. Nyeri seks
Jika wanita sudah memasuki
masa perimenopause, ada yang mengalami rasa sakit saat berhubungan seks, dan
hal ini dikarenakan vagina tidak basah atau kering.
8. Gairah seks menurun
Fluktuasi hormon yang
terjadi bukan hanya mempengaruhi kualitas tidur, namun juga meurunkan gairah
seks.
Jika Anda mengalami masa
ini, jangan takut. Dari sekarang, mulailah membiasakan diri Anda untuk hidup
sehat dengan mengkonsumsi makanan yang bernutrisi tinggi dan olahraga teratur
serta menjaga kesehatan alat reproduksi Anda, karena hal ini akan membantu Anda
untuk mengurangi dampak masa perimenopause
I. PENANGANAN
Pil kontrasepsi dianggap tepat untuk
mengatasi gejala perimenopause, walaupun sedang tidak mengatur kelahiran.
Konsumsi dosis rendah yang teratur, akan mengurangi efek hot flashes dan
kekeringan vagina.
Hidup sehat adalah
pilihan terbaik untuk mengatasi gejala perimenopause. Caranya dengan:
1. Konsumsi nutrisi
yang cukup.
Osteoporosis dan risiko terkena penyakit jantung akan meningkat seiring bertambahnya usia. Konsumsilah makanan berkadar lemak rendah dan kaya serat, seperti buah-buahan, sayuran dan kacang-kacangan. Dianjurkan juga untuk mengkonsumsi makanan kaya kalsium atau suplemen. Hindari alkohol dan kafein yang dapat memicu hot flashes.
Osteoporosis dan risiko terkena penyakit jantung akan meningkat seiring bertambahnya usia. Konsumsilah makanan berkadar lemak rendah dan kaya serat, seperti buah-buahan, sayuran dan kacang-kacangan. Dianjurkan juga untuk mengkonsumsi makanan kaya kalsium atau suplemen. Hindari alkohol dan kafein yang dapat memicu hot flashes.
2. Olah raga
teratur.
Olah raga teratur sedikitnya 30 menit sehari, akan menjaga berat badan dan meningkatkan kualitas tidur.
Olah raga teratur sedikitnya 30 menit sehari, akan menjaga berat badan dan meningkatkan kualitas tidur.
3. Mengurangi
stres.
![Image result for makalah tentang masa perimenopause](file:///C:/Users/Toshiba/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/06/clip_image008.jpg)
Kurangi stres dengan berpasrah diri dan mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Atau Anda dapat melakukan yoga yang sangat membantu melewati masa transisi menuju menopause.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perimenopause
adalah masa di mana tubuh mulai bertransisi menuju menopause. Masa
ini bisa terjadi selama dua hingga delapan tahun, ditambah satu tahun di akhir
periode menuju menopause. Gejala ini alamiah, karena merupakan tanda dan proses
berhentinya masa reproduksi.
Pada periode ini, umumnya tingkat produksi
hormon estrogen dan progesteron berfluktuasi, naik dan turun tak beraturan.
Siklus menstruasi pun bisa tiba-tiba memanjang atau memendek. Biasanya, masa
perimenopause ini terjadi di usia 40-an, tapi banyak juga yang mengalami
perubahan ini saat usianya masih di pertengahan 30-an.
Kurang lebih 70% wanita usia peri dan pascamenopause mengalami keluhan
vasomotor, keluhan psikis, depresi, dan keluhan lainnya dengan derajat
berat-ringan yang berbeda-beda pada setiap individu. Keluhan tersebut akan
mencapai puncaknya pada saat menjelang dan setelah menopause kemuadian
berangsur-angsur berkurang seiring dengan bartambahnya usia dan tecapainya
keseimbangan hormon pada masa senium.
B. Saran
Bagi
profesi kebidanan
Diharapkan dengan adanya makalah ini
dapat memberikan masukan dalam mengembangkan ilmu kebidanan untuk mengurangi
tingkat kecemasan pada wanita perimenopause dengan memberikan edukasi pada
wanita perimenopause.
Bagi
Institusi Pendidikan
Diharapkan dengan adanya makalah ini
dapat memberikan masukan untuk dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran
yang terkait dengan asuhan kebidanan pada wanita perimenopause.
DAFTAR
PUSTAKA
Kribs, Jan. Asuhan
Kebidanan Varney. Jakarta : EGC. 2009
Varney, Helen. Buku
Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC. 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar