Sabtu, 29 April 2017

Makalah isu moral, dilema moral dalam kebidanan

Issue Moral, Dilema Moral dan Pengambilan Keputusan dalam Pelayanan Kebidanan


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Kode etik suatu profesi adalah berupa norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi yang bersangkutan di dalam melaksanakan tugas profesi dan dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka harus menjalankan profesinya dan larangan-larangan, yaitu ketentuan tentang apa yang boleh dan tidak boleh diperbuat oleh anggota profesi, tidak saja dalam menjalankan tugas profesinya, melainkan juga menyangkut tingkah laku pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari di dalam masyarakat. Kode etik memiliki tujuan, yaitu menjunjung tinggi martabat dan citra profesi, menjaga & memelihara kesejahteraan para anggota, meningkatkan pengabdian para anggota profesi dan meningkatkan mutu profesi.
Fungsi pengetahuan etik bagi bidan adalah memberikan bantuan yang positif bagi bidan untuk menghindari prasangka dalam melakukan pekerjaannya, sehingga diharapkan bidan dapat mengambil keputusan yang tepat saat dihadapkan dalam sebuah dilema etik. Kode etik merupakan suatu pernyataan komprehensif profesi yang memberikan tuntunan bagi bidan untuk melaksanakan praktek kebidanan baik yang berhubungan dengan klien, keluarga masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya sendiri.

B.       Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
  1. Apa yang maksud dengan isu moral, dilema moral dan pengambilan keputusan? 
  2. Bagaimana pengambilan keputusan yang etis dalam pelayanan kebidanan? 
  3. Apa saja teori-teori pengambilan keputusan? 
  4. Apa saja masalah etik moral dan dilema yang mungkin terjadi dalam pelayanan kebidanan?
  5. Bagaimana menghadapi masalah etik moral dan dilema dalam praktek kebidanan? 
C.      Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan penulisan masalah ini antara lain sebagai berikut:
  1. Mengetahui pengertian isu moral, dilema moral dan pengambilan keputusan. 
  2. Mengetahui pengambilan keputusan dalam pelayanan kebidanan dan keputusan yang etis.
  3. Mengetahui teori pengambilan keputusan. 
  4. Mengetahui masalah etik moral dan dilema yang mungkin terjadi dalam pelayanan kebidanan dan bagaimana menghadapinya.
  5. Mengetahui cara menghadapi masalah etik moral dan dilema dalam praktek kebidanan.
                                             

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Isu Moral dan Dilema Moral
Isu moral merupakan topik yang penting berhubungan dengan benar dan salah dalam kehidupan sehari-hari, sebagai contoh nilai-nilai yang berhungan dengan kehidupan orang sehari-hari menyangkut kasus abortus, euthanasia, keputusan untuk terminasi kehamilan. Isu moral juga berhubungan dengan kejadian yang luar biasa dalam kehidupan sehari-hari seperti menyangkut konflik, malpraktik, perang, dsb. Dilema moral menurut Campbell adalah suatu keadaan dimana dihadapkan pada dua alternatif pilihan yang kelihatannya sama atau hampir sama dan membutuhkan pemecahan masalah.
Konflik moral menurut Johnson adalah bahwa konflik atau dilema pada dasarnya sama, kenyataanya konflik berada diantara prinsip moral dan tugas yang mana sering menyebabkan dilema, ada dua tipe konflik, yang pertama konflik yang berhubungan dengan prinsip dan yang kedua adalah konflik yang berhubungan dengan otonomi. Dua tipe konflik ini adalah merupakan dua bagian yang tidak terpisahkan.

B.       Pengambilan Keputusan dalam Pelayanan Kebidanan
Menurut George RTerry, pengambilan keputusan adalah memilih alternatif perilaku tertentu dari dua atau lebih alternatif yang ada. Terdapat lima hal pokok dalam pengambilan keputusan, yaitu:
1.   Intuisi, berdasarkan perasaan, lebih subyektif dan mudah terpengaruh.
2. Pengalaman, mewarnai pengetahuan praktis, sering terpapar suatu kasus  meningkatkan kemampuan mengambil keputusan terhadap suatu kasus.
3.    Fakta, keputusan lebih riil, valid dan baik.
4.   Wewenang, lebih bersifat rutinitas.
5.    Rasional, keputusan bersifat obyektif, trasparankonsisten.
       Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pengambilan suatu keputusan, antara lain yaitu:
1.    Posisi/kedudukan
2.    Masalah, terstruktur, tidak tersruktur, rutin, insidentil
3.    Situasifaktor konstan dan faktor tidak konstan
4.    Kondisi, faktor-faktor yang menentukan daya gerak
5.    Tujuan, antara atau obyektif
       Kerangka pengambilan keputusan dalam asuhan kebidanan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.    Bidan harus mempunyai responsibility dan accountability.
2.    Bidan harus menghargai wanita sebagai individu dan melayani dengan rasa hormat.
3.    Pusat perhatian pelayanan bidan adalah safety and wellbeing mother.
4.  Bidan berusaha menykong pemahaman ibu tentang kesejahteraan dan menyatakan pilihannya pada pengalaman situasi yang aman.
5. Sumber proses pengambilan keputusan dalam kebidanan adalah knowledge, ajaran intrinsik, kemampuan berpikir kritis, kemampuan membuat keputusan klinis yang logis.
Keterlibatan bidan dalam proses pengambilan keputusan sangat penting karena dipengaruhi 2 hal:
1.  Pelayanan "one to one", yaitu bidan dan klien yang bersifat sangat pribadi dan bidan bisa memenuhi kebutuhan.
2.  Meningkatkan sensitivitas terhadap klien, bidan berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan. 
Dasar dalam pengambilan keputusan, yaitu ketidaksanggupan (bersifat segera) dan keterpaksaaan karena suatu krisis yang menuntut sesuatu unutuk segera dilakukan.Bentuk-bentuk pengambilan keputusan, yaitu :
  1. Strategi : dipengaruhi oleh kebijakan organisasi atau pimpinan, rencana dan masa depan, rencana bisnis dan lain-lain.
  2. Cara kerja : yang dipengaruhi pelayanan kebidanan di dunia, klinik, dan komunitas.
  3. Individu dan profesi : dilakukan oleh bidan yang dipengaruhi oleh standart praktik kebidanan.
C.      Pengambilan Keputusan yang Etis
1.    Ciri-ciri keputusan yang etis, meliputi :
a.    Mempunyai pertimbangan benar salah
b.    Sering menyangkut pilihan yang sukar
c.    Tidak mungkin dielakkan
d.    Dipengaruhi oleh norma, situasi, iman dan lingkungan sosial
2.    Situasi
a.    Mengapa kita perlu mengerti situasi
1)      Untuk menerapkan norma-norma terhadap situasi
2)      Untuk melakukan perbuatan yang tepat dan berguna
3)      Untuk mengetahui masalah-masalah yang perlu diperhatikan
b.    Kesulitan-kesulitan dalam mengerti situasi
1)      Kerumitan situasi dan keterbatasan pengetahuan kita
2)    Pengertian kita terhadap situasi sering dipengaruhi oleh kepentingan, prasangka dan faktor-faktor subjektif lain.
c.    Bagaimana kita memperbaiki pengertian kita tentang situasi
1)   Melakukan penyelidikan yang memadai
2)   Menggunakan sarana ilmiah dan keterangan para ahli
3)   Memperluas pandangan tentang situasi
4)   Kepekaan terhadap pekerjaan
5)   Kepekaan terhadap kebutuhan orang lain
  
D.      Teori-Teori Pengambilan Keputusan
       Teori-teori dalam pengambilan suatu keputusan antara lain sebagai berikut:
1.    Teori Utilitarisme 
     Teori utilitarisme mengutamakan adanya konsekuensi adanya kepercayaan adanya kegunaan. Prinsip umum dalam utilitarisme adalah didasari bahwa tindakan moral menghasilkan kebahagiaan yang besar bila menghasilkan jumlah atau angka yang besar. Ada dua bentuk teori utilitarisme yaitu utilitarisme berdasar tindakan dan utilitarisme berdasar aturan. Prinsip utilitarisme berdasar tindakan adalah setiap tindakan ditujukan untuk keuntungan yang akan menghasilkan hasil atau tingkatan yang lebih besar. Utilitarisme berdasar aturan adalah modifikasi antara utilitarisme tindakan dan aturan moral, aturan yang baik akan menghasilkan keuntungan yang maksimal.
2.    Teori Deontology
     Menurut Immanuel Kant, sesuatu dikatakan baik bila bertindak baik dalam arti sesungguhnya adalah kehendak yang baik, kesehatan, kekayaan, kepandaian adalah baik, jika digunakan dengan baik oleh kehendak manusia, tetapi jika digunakan dengan kehendak yang jahat akan menjadi jelek sekali. Contohnya bila berjanji ditepati, bila pinjam harus dikembalikan, dan sebagainya.
3.    Teori Hedonisme
   Menurut Aristippos, sesuai kodratnya setiap manusia mencari kesenangan dan menghindari  ketidaksenangan. Akan tetapi ada batas untuk mencari kesenangan. Hal yang penting adalah menggunakan kesenangan dengan baik dan tidak terbawa oleh kesenangan.
4.    Teori Eudemonisme
    Menurut Filsuf Yunani Aristoteles, bahwa dalam setiap kegiatannya manusia mengejar suatu tujuan, ingin mencapai sesuatu yang baik bagi kita. Seringkali kita mencari suatu tujuan untuk mencapai suatu tujuan yang lain lagi. Seseorang mampu mencapai tujuannya jika mampu menjalankan fungsinya dengan baik, keunggulan manusia adalah akal dan budi. Manusia mencapai kebahagiaan dengan menjalankan kegiatan yang rasional. Ada dua macam keutamaan yaitukeutamaan intelektual dan keutamaan moral.

E.       Masalah Etik Moral dan Dilema yang Mungkin Terjadi dalam Pelayanan Kebidanan
Bidan harus memahami dan mengerti situasi etik moral, antara lain untuk dapat melakukan tindakan yang tepat dan berguna dan mengetahui masalah yang perlu diperhatikan. Masalah etik moral yang mungkin terjadi dalam praktek kebidanan, antara lain :
1. Tuntutan bahwa etik adalah hal penting dalam kebidanan karena bertanggung jawab terhadap keputusan yang dibuat dan bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambil.
2.  Untuk dapat menjalankan praktik kebidanan dengan baik dibutuhkan pengetahuan klinik yang baik, pengetahuan yang up to date dan memahami issue etik dalam pelayanan kebidanan.
3.  Harapan Bidan dimasa depan, yaitu bahwa bidan dikatakan profesional apabila menerapkan etika dalam menjalankan praktik kebidanan (Daryl Koehn, Ground of Profesional Ethis,1994)antara lain seperti:
a.    Dengan memahami peran bidan  tanggung jawab profesionalisme terhadap pasien atau klien akan meningkat.
b.  Bidan berada dalam posisi baik memfasilitasi klien dan membutuhkan peningkatan pengetahuan tentang etika untuk menerapkan dalam strategi praktik kebidanan.

F.       Menghadapi Masalah Etik Moral dan Dilema dalam Praktek Kebidanan
Menurut Daryl Koehn (1994) bidan dikatakan profesional bila dapat menerapkan etika dalam menjalankan praktik. Bidan ada dalam posisi baik yaitu memfasilitasi pilihan klien dan membutuhkan peningkatan pengetahuan tentang etika untuk menetapkan dalam strategi praktik kebidanan.
1.    Informed Choice 
    Informed choice adalah membuat pilihan setelah mendapatkan penjelasan tentan alternatif asuhan yang akan dialaminya. Menurut kode etik kebidanan internasionl (1993) bidan harus menghormati hak informed choice ibu dan meningkatkan penerimaan ibu tentang pilihan dalam asuhan dan tanggungjawabnya terhadap hasil dari pilihannya. Definisi informasi dalam konteks ini meliputi informasi yang sudah lengkap diberikan dan dipahami ibu, tentang pemahaman resiko, manfaat, keuntungan dan kemungkinan hasil dari tiap pilihannya. Pilihan (choice) berbeda dengan persetujuan(consent) :
a.    Persetujuan atau consent penting dari sudut pandang bidan karena berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk semua prosedur yang akan dilakukan bidan.
b.     Pilihan atau choice penting dari sudut pandang klien sebagai penerima jasa asuhan kebidanan yang memberikan gambaran pemahaman masalah yang sesungguhnya dan menerapkan aspek otonomi pribadi menentukan “pilihannya” sendiri.
2.    Bagaimana Pilihan dapat Diperluas dan Menghindari Konflik
    Memberi informasi yang lengkap pada ibu, informasi yang jujur, tidak bias dan dapat dipahami oleh ibu, menggunakan alternatif media ataupun yang lain, sebaiknya tatap muka. Bidan dan tenaga kesehatan lain perlu belajar untuk membantu ibu menggunakan haknya dan menerima tanggungjawab keputusan yang diambil.
    Hal ini dapat diterima secara etika dan menjamin bahwa tenaga kesehatan sudah memberikan asuhan yang terbaik dan memastikan ibu sudah diberikan informsi yang lengkap tentang dampak dari keputusan merekaUntuk pemegang kebijakan pelayanan kesehatan perlu merencanakan, mengembangkan sumber daya, memonitor perkembangan protokol dan petunjuk teknis baik di tingkat daerah, propinsi untuk semua kelompok tenaga pemberi pelayanan bagi ibu serta menjaga fokus asuhan pada ibu dan evidence based, diharapkan konflik dapat ditekan serendah mungkin.
   Tidak perlu takut akan konflik tetapi mengganggapnya sebagai suatu kesempatan untuk saling memberi dan mungkin suatu penilaian ulang yang obyektif bermitra dengan wanita dari sistem asuhan dan tekanan positif pada perubahan.
3.    Beberapa Jenis Pelayanan yang dapat Dipilih Klien
a.    Bentuk pemeriksaan ANC dan skrening laboratorium ANC
b.    Tempat melahirkan
c.    Masuk ke kamar bersalin pada tahap awal persalinan
d.   Didampingi waktu melahirkan
e.    Metode monitor djj
f.     Augmentasi, stimulasi, induksi
g.    Mobilisasi atau posisi saat persalinan
h.    Pemakaian analgesia
i.      Episiotomi
j.      Pemecahan ketuban
k.    Penolong persalinan
l.      Keterlibatan suami pada waktu melahirkan
m.  Teknik pemberian minuman pada bayi
n.    Metode kontrasepsi
4.    Informed Concent
    Pesetujuan yang diberikan pasien atau walinya yang berhak terhadap bidan untuk melakuka suatu tindakan kebidanan kepada pasien setelah memperoleh informasi lengkap dan dipahami mengenai tindakan yang akan dilakukan. Informed consentmerupakan suatu proses. Secara hukum informed consent berlaku sejak tahun 1981 PP No.8 tahun 1981.
    Informed consent bukan hanya suatu formulir atau selembar kertas, tetapi bukti jaminan informed consent telah terjadi. Merupakan dialog antara bidan dan pasien di dasari keterbukaan akal pikiran, dengan bentuk birokratisasi penandatanganan formulir. Informed consent berarti pernyataan kesediaan atau pernyataan setelah mendapat informasi secukupnya sehingga setelah mendapat informasi sehingga yang diberi informasi sudah cukup mengerti akan segala akibat dari tindakan yang akan dilakukan terhadapnya sebelum ia mengambil keputusan. Berperan dalam mencegah konflik etik tetapi tidak mengatasi masalah etik, tuntutan, pada intinya adalah bidan harus berbuat yang terbaik bagi pasien atau klien.
a.    Dimensi informed consent
1)   Dimensi hukum, merupakan perlindungan terhadap bidan yang berperilaku memaksakan kehendak, memuat :
a)        Keterbukaan informasi antara bidan dengan pasien
b)        Informasi yang diberikan harus dimengerti pasien
c)        Memberi kesempatan pasien untuk memperoleh yang terbaik
2)   Dimensi etik, mengandung nilai – nilai :
a)        Menghargai otonomi pasien.
b)       Tidak melakukan intervensi melainkan membantu pasien bila diminta atau dibutuhkan.
c)        Bidan menggali keinginan pasien baik secara subyektif atau hasil pemikiran rasional.
b.    Syarat sahnya perjanjian atau consent (KUHP 1320)
1)   Adanya Kata Sepakat
Sepakat dari pihak bidan maupun klien tanpa paksaan, tipuan maupun kekeliruan setelah diberi informasi sejelas-jelasnya.
2)   Kecakapan
Artinya seseorang memiliki kecakapan dalam memberikan persetujuan, jika orang itu mampu melakukan tindakan hukum, dewasa dan tidak gila. Bila pasien seorang anak, yang berhak memberikan persetujuan adalah orangtuanya, pasien dalam keadaan sakit tidak dapat berpikir sempurna sehingga ia tidak dapat memberikan persetujuan untuk dirinya sendiri, seandainya dalam keadaan terpaksa tidak ada keluarganya dan persetujuan diberikan oleh pasien sendiri dan bidan gagal dalam melakukan tindaknnya maka persetujuan tersebut dianggap tidak sah.
3)   Suatu Hal Tertentu
Obyek persetujuan antara bidan dan pasien harus disebutkan dengan jelas dan terinci, misalnya dalam persetujuan ditulis dengan jelas identitas pasien meliputi nama, jenis kelamin, alamat, nama suami, atau wali. Kemudian yang terpenting harus dilampirkan identitas yang membuat persetujuan.
4)   Suatu Sebab Yang Halal
Isi persetujuan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, tata tertib, kesusilaan, norma dan hukum.
c.    Segi hukum informed consent
1)  Pernyataan dalam informed consent menyatakan kehendak kedua belah pihak, yaitu pasien menyatakan setuju atas tindakan yang dilakukan bidan dan formulir persetujuan ditandatangani kedua belah pihak, maka persetujuan tersebut mengikat dan tidak dapat dibatalkan oleh salah satu pihak.
2)  Informed consent tidak meniadakan atau mencegah diadakannya tuntutan dimuka pengadilan atau membebaskan RS atau RB terhadap tanggungjawabnya bila ada kelalaian. Hanya dapat digunakan sebagai bukti tertulis akan adanya izin atau persetujuan dari pasien terhadap diadakannya tindakan.
3) Formulir yang ditandatangani pasien atau wali pada umumnya berbunyi segala akibat dari tindakan akan menjadi tanggung jawab pasien sendiri dan tidak menjadi tanggung jawab bidan atau rumah bersalin. Rumusan tersebut secara hukum tidak mempunyai kekuatan hukum, mengingat seseorang tidak dapat membebaskan diri dari tanggung jawabnya atas kesalahan yang belum dibuat.
Menurut Culver and Gert ada 4 komponen yang harus dipahami pada suatuconsent atau persetujuan, yaitu:
a.    Sukarela (Voluntariness)
Sukarela mengandung makna pilihan yang dibuat atas dasar sukarela tanpa ada unsur paksaan didasari informasi dan kompetensi.
b.    Informasi (Information)
Jika pasien tidak tahu atau sulit untuk dapat mendeskripsikan keputusan, dalam berbagai kode etik pelayanan kesehatan bahwa informasi yang lengkap dibutuhkan agar mampu keputusan yang tepat. Kurangnya informasi atau diskusi tentang risiko, efek samping akan membuat klien sulit mengambil keputusan.
c.    Kompetensi (Competence)
Dalam konteks consent kompetensi bermakna suatu pemahaman bahwa seseorang membutuhkan sesuatu hal untuk mampu membuat keputusan yang tepat bahkan ada rasa cemas dan bingung
d.   Keputusan (decision)
Pengambilan keputusan merupakan suatu proses dimana merupakan persetujuan tanpa refleksi. Pembuatan keputusan merupakan tahap terakhir proses pemberian persetujuan. Keputusan penolakan pasien terhadap suatu tindakan harus di validasi lagi apakah karena pasien kurang kompetensi.

G.      Pendekatan Tradisional dalam Pengambilan Keputusan
Pendekatan tradisional dalam pengambilan suatu keputusan, yaitu:
            1.   Mengenal dan mengidentifikasi masalah
2.   Menegaskan masalah dengan menunjukan hubungan antara masa lalu dan sekarang.
3.   Memperjelas hasil prioritas yang ingin dicapai.
4.   Mempertimbangkan pilihan yang ada.
5.   Mengevaluasi pilihan tersebut.
6.   Memilih solusi dan menetapkan atau melaksanakannya.
Ada 4 prinsip etik yang digunakan dalam perawatan praktek kebidanan:
1.    Antonomy, memperhatikan penguasaan diri, hak kebebasan dan pilihan individu.
2.  Beneticence, memperhatikan peningkatan kesejahteraan klien, selain itu berbuat terbaik untuk orang lain.
3.  Non Maleticence, tidak melakukan tindakan yang menimbulkan penderitaan apapun kerugian pada orang lain.
4.  Yustice, memperhatikan keadilan, pemerataan beban dan juga keuntungan ( Beaucamo & Childrens 1989 dan Richard, 1997)
Beberapa tips pengambilan keputusan dalam keadaan kritis :
1.    Identifikasi dan tegaskan apa masalahnya, baik oleh sendiri atau dengan orang lain.
2.    Tetapkan hasil apa yang diinginkan.
3.    Uji kesesuaian dari setiap solusi yang ada.
4.    Pilih solusi yang lebih baik.
5.    Laksanakan tindakan tanpa ada keterlambatan.

Dalam kasus emergensi dan menghadapi situasi panikada 2 hal yang perlu diperhatikan yaitu mempertimbangkan satu solusi berdasarkan pengalaman dimasa lampaudan meninjau simpanan pengetahuan yang relevan dengan keadaan tersebut. Langkah- langkah dalam pengambilan keputusan klinis, yaitu menggunakan penilaian (pengumpulan informasi), diagnosa (penafsiran)perencanaanintervensi dan evaluasi.


BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan   
Etik sebagai filsafat moral, mencari jawaban untuk menentukan serta mempertahankan secara rasional teori yang berlaku tentang benar salah dan baik buruk, yang secara umum dipakai sebagai suatu perangkat prinsip moral yang menjadi pedoman suatu tindakan. Bidan dihadapkan pada dilema etik dalam membuat keputusan dan bertindak didasarkan atas keputusan yang dibuat berdasarkan intuisi mereflekasikan pada pengalamannya atau pengalaman rekan kerjanya.
Sistem pengambilan keputusan merupakan bagian dasar dan integral dalam praktek suatu profesi. Keberadaannya sangat penting karena akan menentukan tindakan selanjutnya. Faktor - faktor yang mempengaruhi dalam proses pengambilan keputusan, antara lain seperti :
1.    Posisi/kedudukan
2.    Masalah, terstruktur atau tidak tersruktur, rutin, insidentil
3.    Situasi, faktor konstan, faktor tidak konstan
4.    Kondisi, faktor-faktor yang menentukan daya gerak
5.    Tujuan, antara atau obyektif

B.       Saran
1. Bidan dituntut untuk berperilaku hati-hati dalam setiap tindakan, dalam memberikan asuhan kebidanan dengan menampilkan perilaku yang etis dan  profesional sehingga tidak merugikan diri sendiri dan klien.
2.  Masyarakat agar lebih hati-hati dan teliti dalam menerima pelayanan kesehatan, terutama asuhan kebidanan agar tidak dirugikan oleh pihak-pihak tertentu terkait pelayanan yang diterimanya.


DAFTAR PUSTAKA

Rismalinda. 2011. Etika Profesi Dan Hukum Kesehatan. Jakarta : Trans Info Media
Puji Wahyuningsih, Heni. 2009. ETIKA PROFESI KEBIDANAN. Yogyakarta : Fitramaya.
IKATAN BIDAN INDONESIA. 2005. Etika dan Kode Etik Kebidanan. Jakarta : Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar